Selasa, 28 April 2020
Belajar ditengah Covid 19
Setelah
Indonesia diterjang Covid 19, berbagai usahapun dilakukan oleh pemerintah untuk
memutus mata rantai penyebaran covid 19 diantaranya belajar dari rumah, bekerja
dari rumah, beribadah dari rumah. Semua itu dilakukan semata-mata hanya untuk
memutus mata rantai merebaknya virus Corona di Indonesia.
Berbagai
upaya dilakukan juga oleh Kementerian Pendidikan Indonesia yakni belajar dari
rumah. Semua sekolah diliburkan. Tidak ada kegiatan pembelajaran di sekolah.
Pembelajaran dilaksanakan dengan sistem pembelajaran jarak jauh. Tidak hanya
sekolah, guru dan muridpun dibuat kalang kabut dengan sistem pembelajaran jarak
jauh.
Pembelajaran
jarak jauh dilakukan dengan memanfaatkan jaringan internet. Bagi orang berada
tentunya tidak ada masalah. Namun bagi peserta didik yang hanya pas-pasan atau
peserta didik yang hanya mengandalkan HP android, tentunya membutuhkan kuota
atau paket data yang selalu ada di HPnya.
Para
guru berlomba membuat tugas pembelajaran kepada siswa dan siswa mengerjakan
dengan batas waktu tertentu harus mengirim lewat alamat email guru masing-masing.
Ada juga guru yang memanfaatkan aplikasi pembelajaran yang lain seperti google
form, google classroom, edmodo, dan masih banyak laagi aplikasi pembelajaran
yang familiar di Indonesia. Memang terasa tidak banyak gangguan. Padahal banyak
sekali gangguan yang dihadapi oleh guru maupun siswa. Saya akan menceritakan
bagaimana gangguan yang dihadapi siswa melalui pembelajaran jarak jauh. Atau
pembelajaran online.
Gangguan
utama Masalah Jaringan Internet.
Jaringan
internet sangat mempengaruhi lancar tidaknya kita mengikuti pembelajaran
online. Karena semua tergantung kekuatan jaringan yang ada. Kalau lemod jelas
akan mengganggu kita dalam proses pembelajaran.
Gangguan
kedua Masalah Kuota atau paket data.
Murid
yang mengandalkan HP android pasti akan cepat mengerjakan bila paket data atau
kuotanya ada. Kalau kuota habis? Tidak punya uang untuk beli paket? Tentunya
menjadi masalah dalam proses pembelajaran.
Banyaknya
tugas untuk murid
Semua
guru berlomba-lomba memberikan tugas kepada murid dengan waktu tertentu harus
sudah terkirim. Itu baru satu Guru . Kalau dalam sehari ada lima guru yang
memberi tugas. Artinya siswa harus menyelesaikan lima tugas berbeda yang harus
segera diselesaikannya. Ya kalau jawaban tidak perlu melihat dari referensi
internet. Kalau perlu referensi internet berarti harus ada dua HP android. Yang
satu untuk mengerjakan tugas. Dan yang satunya untuk mencari referensi.
Mulai
Bosan
Yang
paling riskan adalah murid sudah mulai merasakan kebosanan dengan tugas tiap
hari yang tidak pernah kunjung usai. Murid mungkin stress dengan banyak tugas.
Akhirnya tidak semua tugas bisa diselesaikan dengan baik oleh murid.
Nah
pertanyaan yang muncul apakah guru-guru juga memikirkan kebosanan yang melanda
murid-muridnya?
Jawaban
yang paling jitu adalah semoga covid 19 supaya cepat berlalu daripadaku.
Senin, 27 April 2020
Mudik vs Pulang Kampung
Ditengah
pandemi covid 19 Pemerintah
membuat aturan masyarakat di zona merah
dilarang mudik. Namun setelah aturan itu diberlakukan justru ditengah
jalan kendaraan pribadi mulai menyemut. Padahal sejak sejak Jumat, 24 April
2020 tepat pukul 00.00. Kenyataan di lapangan, jalanan malah dipenuhi pemudik
bermotor dengan tampilan sebagaimana pemudik setiap tahunnya. Tampilan pemudik
bermotor adalah, berboncengan bersama teman atau keluarga dengan barang bawaan
yang full baik di depan maupun belakang motor. Astaga! Bukankah mudik sudah
dilarang? Bagaimana mereka bisa lolos dari petugas yang memantau dan memeriksa
pemudik?
Mengapa bisa
terjadi lonjakan pemudik? Karena ada jeda waktu antara pengumuman keputusan
dilarang mudik dan waktu berlakunya. Tak ayal lagi, jalanan langsung macet
karena aktivitas kendaraan sangat banyak seolah berpacu dengan waktu. Mereka
yang ingin mudik segera ke luar dari wilayah yang memberlakukan Pembatasan
Sosial Berskala Besar (PSBB) atau kota berzona merah akibat Covid-19. Seolah
tak ingin kehilangan kesempatan yang Cuma beberapa hari saja dari waktu efektif
berlakunya dilarang mudik.
Ternyata
permasalahan yang muncul bukan hanya masyarakat yang berusaha curi start mudik
saja yang ramai diperbincangkan warganet. Menyeruak ke permukaan bahwa mudik
berbeda dengan pulang kampung, usai wawancara Presiden Jokowi dan Najwa Shihab
yang tayang dalam program televisi. Wawancara yang mampu menuai kontroversi
karena mudik dibedakan dengan pulang kampung oleh Presiden Jokowi.
Muncul kerancuan
dalam masyarakat yang sudah sering mendengar berbagai istilah sejak wabah
Corona merajalela. Mulai dari social distancing, lockdown, dan sebagainya, kini
disuguhi kata mudik yang berbeda dengan pulang kampung. Kata yang sebenarnya
sudah sangat akrab di telinga masyarakat negeri ini. Kata yang menjadi momen
penuh semangat dan kerinduan akan kampung halaman, kini ramai diperdebatkan.
Menurut Jokowi,
pulang kampung adalah mereka yang pulang ke kampung halamannya karena sudah tidak
ada lagi pekerjaan. Sementara, anak istrinya berada di kampung. Pulang kampung
bukan mudik. Kalau mudik itu di hari lebarannya. Untuk merayakan Idulfitri.
Ternyata istilah
mudik dan pulang kampung juga tak perlu dicari artinya dalam KBBI. Untuk apa istilah
diperdebatkan jika tak menjawab kontroversi. Bukankah sebaiknya dimintakan saja
penjelasannya pada pembuat kebijakan. Mudik dan pulang kampung yang dimaksud
Presiden Jokowi merujuk pada terminologi selingkung. Suatu istilah yang hanya
berlaku pada suatu daerah tertentu saja. Dan itu juga sudah dianggap sah-sah
saja.
Kebingungan
masyarakat juga bisa dimaklumi karena kurangnya informasi yang lengkap.
Jangankan masyarakat, lebih-lebih masyarakat awam, di kalangan pejabat
pemerintah saja muncul perbedaan persepsi terhadap dua istilah tersebut.
Menurut Informasi,
dan Humas BNPB Agus Wibowo. Ia mengatakan, dalam protokol larangan mudik yang
dirancang pemerintah, dilakukan pembedaan istilah sebagai berikut:
-Pulang kampung
adalah "pulang ke kampung halaman dan tidak akan kembali lagi ke
kota".
-Mudik adalah
"pulang kampung yang sifatnya sementara dan akan kembali lagi ke
kota".
Perhatikan bahwa
kedua definisi di atas sama-sama memuat "pulang (ke) kampung".
Bedanya pada kembali ke kota atau tidak.
Jadi jelas bahwa
kedua istilah tersebut tidak merujuk pada kamus umum yang ada. Di sinilah peran
pemerintah untuk memberi penjelasan pada masyarakat agar tidak timbul
kerancuan. Dan itu sangat diperlukan agar program yang ingin dicapai melalui
keputusan tersebut bisa optimal. Sebagai warga negara yang baik tentu bukan
memperdebatkan makna istilah itu saja, tapi lebih fokus pada tujuan akhir
keputusan.
Apapun makna
istilahnya, yang penting larangan mudik adalah untuk memutus mata rantai
penularan Covid-19 dengan segera. Hal inilah yang mesti didukung oleh semua
lapisan masyarakat, termasuk pejabat pemerintah. Perang melawan virus Corona
mesti dilakukan bersama-sama antara warga masyarakat, pejabat pemerintah, dan
petugas kesehatan yang bekerja di garda terdepan. Karena kita semua tentu
berharap, pandemi ini segera berakhir.
Semoga!
Langganan:
Postingan (Atom)